Kebijakan Pemerintah Gagal Total



Sepertinya yang dilakukan oleh Walikota Jambi Dr. dr. H. Maulana, M.K.M. beserta dengan pasangannya Diza Hazra Aljosha, S.E., M.A. yang menjabat sebagai seorang Wakil Walikota dan sejumlah pejabat daerah dan beberapa tokoh dari berbagai element pada beberapa hari yang lalu tepatnya pada hari Kamis 13 Maret 2025 bertempat di ruang rapat kantornya dengan salah satu kegiatan berupa expose tentang kelanjutan dari kerjasama Build-operate-transfer (BOT) antara pihak Pemerintah Kota Jambi dengan pihak PT. Bliss Properti Indonesia sebagai penyedia jasa dalam pembangunan gedung Jambi City Centre (JCC)). 

Sebuah kegiatan yang merupakan implementasi dari defenisi kebijakan publik sebagaimana yang dikemukakan oleh Thomas R. Dye yang menyatakan bahwa: “Public Policy is anything government chooses to do or not to do”.  Terjemahan bebas dari ungkapan tersebut lebih kurang sebagai berikut Kebijakan Publik adalah segala sesuatu yang pemerintah pilih untuk dilakukan atau tidak dilakukan. 

Secara harfiah frasa kebijakan publik itu sendiri dapat diartikan sebagai apa yang dilakukan ataupun tidak dilakukan bahkan diamnya Pemerintahpun adalah kebijakan. 

Tindakan ataupun perbuatan pemerintah disebabkan karena adanya kewajiban melaksanakan tugas pokok dan fungsi jabatan yang diemban sebagai tanggungjawab terhadap terhadap diri sendiri, negara dan bangsa guna mencapai tujuan negara sebagaimana amanat konstitusional yang berlaku. Artinya di dalam sistem hukum, kekuasaan dan hukum memiliki hubungan yang saling mempengaruhi, bukan kekuasaan yang tunduk pada hukum atau Hukum dan kekuasaan harus seimbang.

Walaupun pada kesempatan itu yang bersangkutan dengan tegas meminta kepastian hukum menyangkut kesanggupan dari pihak pengembang untuk meneruskan kontrak kerjasama yang telah para pihak sepakati dijadikan undang-undang bagi mereka. Akan tetapi sepertinya apa yang dilakukan oleh yang bersangkutan lebih bernuansakan pada kebijakan politis semata.

Serta terkesan lebih memberikan gambaran dengan penilaian bahwa kebijakan tersebut hanya setengah hati atau belum sepenuhnya mampu menterjemahkan defenisi Kebijakan Publik yang memberikan penekanan dengan kalimat sederhana yang dalam bahasa awalnya berbunyi: “Public Policy is a choice made by government to undertake some course of action”, dengan terjemahan secara bebas yaitu kebijakan publik adalah sesuatu pilihan yang dibuat oleh pemerintah untuk melakukan suatu tindakan tertentu.

Seakan-akan yang bersangkutan sedang menunjukan karakteristik hukum yang dengan sengaja ditundukkan kepada politik kekuasaan (law subordinated to power politics), dimana kegiatan yang dikatakan sebagai expose tersebut melupakan upaya hukum yang telah dilakukan oleh Pemerintahan Kota Jambi terdahulu yang melakukan konsultasi kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jambi, yang diartikan adanya upaya melakukan tindakan hukum sebagai solusi terakhir.  

Tindakan tersebut terkesan adanya krisis kepercayaan atas tindakan dan/atau perbuatan yang dilakukan oleh rezim penguasa terdahulu dalam mencari penyelesaian menyangkut gagalnya perjanjian kerjasama para pihak yang berujung dengan gagal atau mubazirnya pengelolaan ataupun pemanfaatan barang milik daerah (aset daerah) bahkan lebih menimbulkan kesan penciptaan istana hantu di tengah-tengah kota.

Kebijakan yang bertajuk expose JCC tersebut tidak menunjukan implementasi dari penerapan konsepsi nomokrasi yang mengarah pada kedaulatan hukum dalam suatu negara, dengan faktor penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan adalah norma atau hukum. 

Nomokrasi itu sendiri berkaitan erat dengan ide kedaulatan hukum atau prinsip hukum sebagai kekuasaan tertinggi dan yang dianggap sebagai pemimpin adalah hukum itu sendiri, bukan orang perseorangan ataupun per individu.

Seharusnya dengan konsep atau prinsip nomokrasi hanya hukum dengan segala instrumentnya yang berlaku seperti penerapan azaz atau prinsip causalitas (sebab akibat) sebagai sarana utama bagi penyelesaian persoalan tersebut sebagaimana mestinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Dengan mempergunakan beberapa kaidah atau norma hukum untuk melihat dengan jelas study kelayakan (feasibility study/FS), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), Analisis Dampak Lalulintas (Andalalin) serta faktor-faktor lain yang mendukung lahirnya perjanjian kerjsama para pihak yang dimaksud, katakanlah semacam Audit Investigasi.   

Sepertinya kegiatan tersebut seiring dengan peredaran issue yang ditengah-tengah masyarakat menyangkut tentang langkah atau kebijakan yang bersangkutan sebagai kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintah antara lain menyangkut perebutan kekuasaan antara beberapa nama yang akan menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Jambi serta adanya issue tentang akan adanya pelantikan 184 (Seratus Delapan Puluh Empat) orang pejabat esselon III dan IV pada tanggal 20 Maret 2025 yang akan datang dan cerita yang tidak diketahui dari mana sumbernya tentang pergantian sejumlah pejabat esselon II atau Kepala Dinas dalam lingkup Sekretariat Pemerintahan Daerah Kota Jambi.

Issue-issue yang memberikan gambaran atau ilustrasi seakan jabatan dan kekuasaan serta segala sesuatu ikutan adalah harta warisan yang dapat dibagi-bagi berdasarkan pertalian darah atau kekerabatan. System yang menempatkan posisi hukum hanya sebagai hiasan pelengkap sebuah ornament kekuasaan, yang seakan-akan kekuasaan benar-benar telah mampu membuat mata hukum buta akan kebenaran dan pembenaranlah yang lebih menentukan kadar kebutaan mata hukum itu sendiri.  

Baik kegiatan expose JCC maupun issue-issue yang tidak jelas sumbernya tersebut adalah merupakan suatu pertanda yang perlu dipandang sebagai hal yang mengkhawatirkan tentang kemampuan yang bersangkutan melaksanakan tufoksinya sebagai Kepala Daerah dan Kepala Pemerintahan Kota atau dengan kemungkinan atau penilaian bahwa yang bersangkutan belum mampu untuk melepaskan diri dari intervensi dan intimidasi Oligarki dan yang sejenis dengan itu. 

Seakan-akan yang bersangkutan tersandera terhadap kultur budaya ketimuran berupa ucapan terimakasih atas hutang politik pada pemilihan kepala daerah terhadap tim sukses yang merasa sebagai pihak yang paling berjasa hingga wajib menjadi sosok yang paling berkuasa dan/atau setidak-tidaknya berhak mendapatkan kekuasaan serta kekayaan. Suatu kebudayaan sesat  yang dengan sengaja dipelihara dalam suatu wadah pemikiran sesat atau cacat logika yang berupa Barisan Pengukur Jarak Kedekatan (Baperjakat). 

Kembali kepada kegiatan menyangkut tentang Jambi City Centre (JCC) sebagaimana diatas seharusnya tidak membuat kebijakan yang akan melahirkan sesuatu produk hukum yang akan menjadikan hukum hanya sebagai faktor pelengkap bagi suatu system pendukung (supporting system) demi untuk tercapainya keinginan politis dan/atau tujuan pembangunan hanya akan berdasarkan pada pemikiran oknum produsent produk hukum itu sendiri atau hanya merupakan suatu perburuan legitimasi (the quest for legitimacy). 

Suatu konsep hasil dari pemikiran untuk mendapatkan penerimaan dan pengakuan masyarakat terhadap kewenangan, keputusan, atau kebijakan yang diambil oleh seorang pemimpin atau tokoh masyarakat, sehingga kekuasaan yang dimiliki dianggap sah dan wajar.

Jika hal-hal yang dikhawatirkan sebagaimana diatas benar-benar terjadi dan yang bersangkutan tidak memiliki nyali atau keberanian untuk melepaskan diri dari segala macam bentuk dan sifat intimidasi atau intervensi maka dapat dipastikan pemerintahan rezim Dr. dr. H. Maulana, M.K.M dan Diza Hazra Aljosha, S.E., M.A. sebagai kepala dan wakil kepala daerah akan menjadi Pemerintahan Gagal Total atau jauh dari kata berhasil.(Penulis Adalah -Direktur Eksekutive LSM Sembilan)

BERITA LAINNYA

Posting Komentar

0 Komentar