Kakak beradik
terdakwa kasus hubungan sedarah (inses), AS (18) dan WA (15), usai
menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Muara Bulian beberapa waktu
lalu / dok.metrojambi.com
MUARABULIAN – Kasus hubungan sedarah (inses) yang
berujung aborsi dengan pelaku AS (18) dan adik kandungnya WA (15),
mendapat sorotan dari berbagai pihak, termasuk Amnesty Internasional.
Bahkan Amnesty Internasional meminta agar WA dibebaskan karena dianggap
hanya sebagai korban dari perbuatan AS.
Menanggapi hal ini, Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Batanghari Eko Joko Purwanto pun angkat bicara. Dikatakan Eko, pemberitaan di sejumlah media baik nasional maupun internasional, ada yang perlu diluruskan karena terdapat kekeliruan.
“Terdapat kekeliruan pada pemberitaan yang menyatakan jika terdakwa WA merupakan korban pemerkosaan (AS, red) yang dijatuhi hukuman,” kata Eko, didampingi jaksa penuntut umum (JPU) yang menyidangkan perkara tersebut.
Dikatakan Eko, kasus ini harus dilihat secara utuh dari awalnya. Eko menerangkan, kejadian bermula pada 29 Mei 2018 lalu, saat warga Desa Pulau, Kecamatan Muara Tembesi, Kabupaten Batanghari menemukan janin yang dibuang di kawasan perkebunan. Setelah dilakukan pengusutan oleh pihak kepolisian, diketahui janin tersebut merupakan hasil aborsi yang dilakukan oleh WA, dimana sebelumnya ia dihamili oleh AS.
Ditegaskan Eko, yang difokuskan dalam penanganan kasus ini adalah aborsi dan pencabulan terhadap anak di bawah umur. Eko menyebutkan, kedua kakak beradik tersebut dijatuhi pidana dalam perkara berbeda, namun dalam satu kejadian.
Untuk WA, kata Eko, dijatuhi pidana selama enam bulan penjara dari tuntutan jaksa satu tahun penjara, akibat melanggar pasal 77 A ayat (1) jo pasal 45A Undang-Undang RI Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan UU RI No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak junto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu AS, dijatuhi pidana 2 tahun penjara dari tuntutan jaksa selama 7 tahun. Dikatakan Eko, AS dijatuhi pidana dalam kasus pemerkosaan terhadap anak di bawah umur. sedangkan untuk kasus aborsi yang dilakukan WA, Eko menyebutkan jika AS tidak terlibat, bahkan tidak mengetahuinya.
“Dalam persidangan AS memberikan keterangan sama dengan saat di BAP. Tidak mengetahui proses aborsi tersebut. bahkan AS sempat ikut foto-foto saat penemuan janin tersebut,” terang Eko kepada wartawan, Rabu (1/8/2018).
Ditambahkan Eko, yang memberatkan bagi WA sehingga ia harus dijatuhi pidana, karena kasus aborsi yang dilakukannya dalam artian menghilangkan nyawa seseorang. “Karena saat kejadian kondisi janin sudah bernyawa, dalam usia enam bulan. Sehingga ia dikenakan pasal hukuman,” kata Eko.
Lebih lanjut Eko mengatakan, aborsi dalam Undang-Undang Kesehatan memang dibolehkan. Hanya saja, ada sejumlah syarat yang ditentukan, seperti beresiko kepada keselamatan ibu, janin meninggal dalam kandungan, dan harus melalui prosedural medis lainnya.
“Adapun WA, dipidana dalam perkara menghilangkan nyawa seseorang dengan cara aborsi. Tentu tindakan aborsi tidak dapat dikesampingkan karena diatur,” pungkas Eko.(*)
Menanggapi hal ini, Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Batanghari Eko Joko Purwanto pun angkat bicara. Dikatakan Eko, pemberitaan di sejumlah media baik nasional maupun internasional, ada yang perlu diluruskan karena terdapat kekeliruan.
“Terdapat kekeliruan pada pemberitaan yang menyatakan jika terdakwa WA merupakan korban pemerkosaan (AS, red) yang dijatuhi hukuman,” kata Eko, didampingi jaksa penuntut umum (JPU) yang menyidangkan perkara tersebut.
Dikatakan Eko, kasus ini harus dilihat secara utuh dari awalnya. Eko menerangkan, kejadian bermula pada 29 Mei 2018 lalu, saat warga Desa Pulau, Kecamatan Muara Tembesi, Kabupaten Batanghari menemukan janin yang dibuang di kawasan perkebunan. Setelah dilakukan pengusutan oleh pihak kepolisian, diketahui janin tersebut merupakan hasil aborsi yang dilakukan oleh WA, dimana sebelumnya ia dihamili oleh AS.
Ditegaskan Eko, yang difokuskan dalam penanganan kasus ini adalah aborsi dan pencabulan terhadap anak di bawah umur. Eko menyebutkan, kedua kakak beradik tersebut dijatuhi pidana dalam perkara berbeda, namun dalam satu kejadian.
Untuk WA, kata Eko, dijatuhi pidana selama enam bulan penjara dari tuntutan jaksa satu tahun penjara, akibat melanggar pasal 77 A ayat (1) jo pasal 45A Undang-Undang RI Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan UU RI No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak junto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu AS, dijatuhi pidana 2 tahun penjara dari tuntutan jaksa selama 7 tahun. Dikatakan Eko, AS dijatuhi pidana dalam kasus pemerkosaan terhadap anak di bawah umur. sedangkan untuk kasus aborsi yang dilakukan WA, Eko menyebutkan jika AS tidak terlibat, bahkan tidak mengetahuinya.
“Dalam persidangan AS memberikan keterangan sama dengan saat di BAP. Tidak mengetahui proses aborsi tersebut. bahkan AS sempat ikut foto-foto saat penemuan janin tersebut,” terang Eko kepada wartawan, Rabu (1/8/2018).
Ditambahkan Eko, yang memberatkan bagi WA sehingga ia harus dijatuhi pidana, karena kasus aborsi yang dilakukannya dalam artian menghilangkan nyawa seseorang. “Karena saat kejadian kondisi janin sudah bernyawa, dalam usia enam bulan. Sehingga ia dikenakan pasal hukuman,” kata Eko.
Lebih lanjut Eko mengatakan, aborsi dalam Undang-Undang Kesehatan memang dibolehkan. Hanya saja, ada sejumlah syarat yang ditentukan, seperti beresiko kepada keselamatan ibu, janin meninggal dalam kandungan, dan harus melalui prosedural medis lainnya.
“Adapun WA, dipidana dalam perkara menghilangkan nyawa seseorang dengan cara aborsi. Tentu tindakan aborsi tidak dapat dikesampingkan karena diatur,” pungkas Eko.(*)
Sumber: Metrojambi.com
0 Komentar