Muarabulian – Kamis
(19/7/2018), majelis hakim yang diketuai Rais Torodji mendakwa AS (18)
dan WA (15), telah memenuhi unsur tentang perlindungan anak dan
dinyatakan bersalah dengan tindak pidana umum. AS didakwa dengan pasal
pencabulan di bawah umur, sedang WA didakwa dengan dugaan sebagai pelaku
aborsi atau pengguran kandungan.
“Untuk terdakwa AS dijatuhkan hukuman selama dua tahun penjara dan
pelatihan kerja selama tiga bulan. Sedangkan, untuk terdakwa WA
dijatuhkan hukuman penjara selama enam bulan dan tiga bulan pelatihan
kerja,” kata Rais Torodji sambil mengetuk palu pada sidang Kamis itu.
Setelah palu diketuk, WA langsung tertunduk lemas. Gadis yang baru
beranjak dewasa itu tak berkata-kata. Ia hanya membisu saat digiring ke
penjara oleh polisi usai sidang itu.
Padahal, akhir tahun 2017 lalu, WA adalah korban perkosaan. Ia menjadi ‘mangsa’ kakak kandungnya sendiri, AS (18).
Satu hari di tahun itu, WA yang sedang sendiri di rumah panggung
kawasan Desa P, Kecamatan Muaratembesi, Batanghari, Provinsi Jambi,
tiba-tiba disergap AS yang notabene adalah abang kandungnya sendiri.
AS yang sudah gelap mata karena dampak keseringan nonton film porno
itu, memperkosa AS dengan tega. WA yang kalah tenaga dan di bawah
ancaman, hanya bisa pasrah ketika perkosaan itu terjadi.
Pasca diperkosa kakak kandungnya, mental WA langsung terpukul. Usai
hari itu, ia tak pernah lagi keluar rumah. Selalu berkurung diri di
rumah panggung yang ditempati dirinya, nenek, ibu, kakak dan adiknya
itu. Ia pun tak pernah menceritakan apa yang telah dialaminya itu kepada
siapapun, termasuk ibunya sendiri, AD.
Kemalangan WA kian bertambah ketika AS, terus melakukan perkosaan
terhadap dirinya. Setiap kali rumah sepi, AS selalu “menggarap” WA. Aksi
bejat AS itu berlanjut hingga akhirnya WA hamil.
Makin hari perut WA makin membesar. Janin di dalam kandungannya
menjadi bukti perbuatan bejat kakaknya, AS. Meski begitu, setiap kali
ditanyakan sang ibu kenapa tubuhnya berubah, WA tak pernah menjawab soal
kehamilannya.
Enam bulan kemudian, sekitar bulan Mei 2018, dalam kondisi panik dan
tak tahu harus mengadu ke siapa, WA diduga mengambil keputusan nekat.
Informasi yang dirangkum, WA akhirnya memutuskan menggugurkan
kandungannya sendiri di saat rumah sedang sepi.
Saat itu, rumah panggung itu tak ada AD sang ibu, AS sang kakak yang
juga pelaku perkosaan, termasuk tak ada nenek maupun adik kandungnya.
Dengan usaha sendiri, WA berhasil mengeluarkan janin dalam kandungannya.
Janin itu lalu dibuangnya.
Pada Rabu 30 Mei 2018, warga desa setempat gempar dengan penemuan
sesosok janin yang sudah tak bernyawa. Jasad janin itu telah berbau
busuk dan terbungkus jilbab.
Oleh warga, penemuan itu disampaikan ke polisi. Lalu, oleh polisi, kasus penemuan jasad itu langsung diselidiki.
Tak butuh waktu lama, polisi berhasil mengungkap siapa ibu dari
janin malang itu (WA) dan termasuk pelaku perkosaan (AS) terhadap si
ibu. Polisi juga menyeret AD, ibu WA dan AS yang diduga terlibat dalam
kasus aborsi tersebut.
Selang satu bulan kemudian, WA, AS dan AD langsung ditahan di Mako
Polres Batanghari. “Pelaku merupakan kakak beradik kandung,” ujar
Kapolres Batanghari melalui Kasat Reskrim Polres batanghari IPTU Dimas
Arki Jati Pratama, Senin 4 Juni 2018 lalu.
Sejak saat itu, kasus ini ditangani polisi dan kejaksaan negeri
Muarabulian. Sampai akhirnya disidangkan di Pengadilan Negeri
Muarabulian pada Kamis 19 Juli 2018.
Status WA yang semula adalah korban perkosaan kakak kandungnya
sendiri, AS, berubah menjadi terdakwa aborsi. Ia akhirnya diganjar
hukuman sesuai yang diputuskan majelis hakim.
Kini, gadis malang itu ditempatkan di rumah aman sebagai upaya
perlindungan dan pengobatan psikologis. Sementara ibu kandungnya AA dan
kakak kandungnya AS, sudah mendekam di balik jeruji besi.
Meski mentalnya tertekan, kepada kuasa hukumnya, WA mengaku sangat
merindukan ibunya (AD) yang tak lain adalah single parent itu.
Sementara, nasib AD sendiri hingga kini belum diketahui. Polisi masih menyelidiki peran AA dalam kasus ini.(riz/nas/berbagai sumber)
0 Komentar