Jambi –Nasib anggota DPRD Provinsi Jambi periode 2014-2019 kian di ujung tanduk. Kasus suap pengesahan APBD 2018, hingga kini masih bergulir di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI pasca operasi tangkap tangan (OTT) akhir tahun 2017 lalu. Apakah mereka akan bernasib sama dengan anggota dewan Malang yang sudah ditetapkan jadi tersangka oleh KPK pada kasus yang sama?
Salah satu pengamat hukum Jambi, Adri SH, menilai bahwa kasus di Malang bisa dijadikan cermin bagi kasus suap RAPBD Jambi. Namun, ia tak mau memastikan apakah dewan provinsi Jambi akan jadi tersangka atau tidak oleh KPK.
“Soal kepasatian atau kemungkinan-kemungkinan, kita tak bisa lakukan itu. Karena itu adalah ranahnya KPK. Tetapi, kita bisa berkaca dengan Malang,” ulas Adri, Selasa (4/9/2018).
Kasus Malang yang melibatkan 41 anggota dewan, membuktikan bahwa KPK benar-benar serius dalam memberantas korupsi. Kata Adri, kasus Malang yang terjadi tahun 2015 lalu, hingga kini masih disidik KPK, apalagi kasus yang baru saja terjadi.
Adri SH.
“Salut untuk KPK, kita selalu mendukung semua penegakan hukum oleh lembaga antirasuah ini,” tegasnya.
Selain itu, pada kasus Malang, rata-rata anggota dewan yang menerima gratifikasi nilainya cukup kecil. Kisaran Rp 700 juta, artinya masing-masing kemungkinan di angka Rp 7 juta. “Di Malang itu kecil, apalagi yang besar,” sambungnya.
Untuk itu, Adri mengingatkan agar semua pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten di provinsi Jambi, tidak lagi menerapkan praktek-praktek suap pada pembahasan maupun pengesahan APBD.
Ia berharap Plt Gubernur Jambi maupun bupati-bupati, kembali menegakkan aturan baku pada pengesahan APBD. Intinya, OTT KPK kasus suap Jambi, diharapkan tidak terjadi lagi di Jambi.
“Mari kita kembali membangun Jambi untuk lebih baik di masa datang. Jauhkan praktek-praktek korupsi pada pengsahan APBD, kembalikan semua ke prosedur baku. Kalau alot pembahasannya, APBD tahun depan disamakan saja dengan tahun lalu, boleh kok aturannya,” tutupnya.(*)
0 Komentar