Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi yang menjerat Gubenrur Jambi non aktif Zumi Zola, Kamis (6/9/2018), kembali digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta / metrojambi.com |
JAMBI - Berbagai fakta terkuak saat persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Mulai dari dugaan aliran gratifikasi yang masuk ke Zumi Zola, peran saksi, hingga kemana uang gratifikasi itu digunakan.
Saat persidangan, sejumlah fakta itupun diakui oleh Zola. Seperti misalnya terkait dugaan uang gratifikasi untuk dia dan keluarganya berangkat umroh maupun membantu adiknya berkampanye sebagai persiapan maju sebagai calon walikota Jambi.
Selain itu juga terkait dengan pembelian action figure dan juga meminta orang kepercayaannya Apif Firmansyah melobi anggota DPRD Provinsi Jambi. Hingga akhirnya ada aliran uang yang dibagikan kepada anggota DPRD Provinsi Jambi.
Uang tersebut sebagai uang ketok palu yaitu agar menyetujui Rancangan Peraturan Daerah (Perda) APBD TA 2017 menjadi Perda APBD TA 2017 dan Raperda APBD TA 2018 menjadi Perda APBD TA 2018.
"Informasi ketok palu dari Pak Apif ke saya lalu dari Dody (mantan Kepala Dinas PUPR) ke saya. Makanya Pak Apif saya minta kerja sama dengan Dody karena Pak Apif punya pengalaman dan kemampuan untuk berpolitik dengan anggota dewan," ungkap Zola.
Awalnya, kata dia, dirinya diinformasikan Apif akan melakukan pendekatan, sehingga tidak pakai uang. "Tapi akhirnya beliau (Apif) menyerah juga," ungkapnya.
Sayangnya Zola menolak untuk menanggapi pengumpulan uang dan penyaluran uang yang dikumpulkan. "Saya tidak bisa menanggapi uang yang dikumpulkan kapan dan ke siapa, tapi saya bisa menanggapi uang ini untuk apa sudah ada di BAP penyidik," katanya.
"Umroh juga saya akui, tapi angkanya saya tidak ingat, tapi saya juga melihat ada yang dimasukkan ke saya tapi untuk kepentingan orang lain," katanya.
Zola juga membantah kesaksian Dody yang mengatakan bahwa ketika dipilih menjadi Kepala Dinas PU, Dody harus bersikap loyal, royal dan total kepada Zumi Zola.
"Tidak ada perintah loyal, royal dan total. Dalam pemilihan beliau melalui mekanisme lelang jabatan kepala daerah tidak bisa mengintervensi sampai tiga besar," katanya.
Terkait lelang jabatan itu, Apif ditugaskan Zola untuk mencari apakah ada catatan dari tiga kandidat itu. "Lalu Farial ternyata ada catatan BPK lalu, sedangkan Dody tidak ada catatan menurut Apif, jadi saya pilih Dody," tambah Zumi.
Dalam sidang Tipikor, Zola pun mengakui untuk kepentingan adiknya yang mau menjadi calon wali kota Jambi, dia meminta Apif untuk mensosialisasikan apa saja yang harus dilakukan.
"Karena maklum adik saya banyak di Jakarta dan sosialisasi pun diterjemahkan menjadi ambulans, kantor DPD PAN dan baliho," ungkap Zumi Zola.
"Kalau benar saya akui tapi kalau tidak, saya perlu tahu untuk apa," katanya.
"Misalnya, saya bingung untuk beli sapi sampai Rp50 juta, itu sapi apa dan acara apa. Lalu ada untuk acara pisah sambut Rp500 juta untuk muspida apakah untuk Kajati, Danrem atau Kapolda. Ini juga dituduhkan ke saya," ujarnya lagi.
Dalam kesempatan itu, Zola mengelak bila disebut dia saat menjabat sudah membentuk tim pengumpulan uang melalui komisi (fee) untuk membiayai keperluannya dan keluarganya. "Tidak ada pembentukan tim untuk mengumpulkan fee (komisi)," katanya).
Menurut Zola, dirinya meminta Apif membantu mencari informasi terkait pegawai negeri yang menjadi lawan politiknya saat Pilkada 2016. "Karena maklum, saya melawan incumbent dan saya tidak bisa bekerja dengan lawan politik," kata Zola.
Untuk diketahui, dalam dakwaan disebutkan uang digunakan untuk pembelian dua unit mobil ambulans pada Maret 2016 senilai Rp274 juta, pembayaran 10 spanduk dan sewa 10 titik lokasi billboard pada Maret 2016 guna perkenalan adiknya Zumi Laza sebagai calon wali kota Jambi 2018.
Dalam dakwaan disebutkan untuk membiayai pencitraan itu menghabiskan dana sejumlah Rp70 juta serta pembayaran kekurangan sewa dua tahun Kantor DPD PAN Kota Jambi sejumlah Rp60 juta.
Zola dalam perkara ini didakwa menerima gratifikasi Rp40,477 miliar dolar ditambah 177,3 ribu dolar AS (sekira Rp2,594 miliar) serta 100 ribu dolar Singapura (sekira Rp1,067 miliar).
Jumlah tersebut totalnya mencapai Rp44,138 miliar. Selain itu juga mobil Alphard serta diduga menyuap anggota DPRD Jambi senilai Rp16,49 miliar.
Dalam dakwaan, Zumi menugaskan Apif; Direktur PT Arta Graha Persada Imaduddin alias Iim; mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Jambi Dody Irawan; Selain itu, juga terdapat nama Asrul Pandapotan Sihotang yang merupakan teman kuliah serta tim sukses Zola; serta mantan kepala Bidang Bina Marga PUPR Arfan untuk mengumpulkan fee ijon dari para rekanan.
Uang tersebut dalam surat dakwaan mencapai total Rp44,138 miliar yang digunakan untuk berbagai keperluan, seperti urusan politik Partai Amanat Nasional (PAN) yang mengusung Zumi Zola.
Selain itu juga digunakan untuk kampanye pemenangan Zumi Laza, adik Zumi Zola, pembayaran hewan kurban hingga pelunasan action figure koleksi Zumi Zola. Namun uang tersebut ada juga yang diberikan kepada 55 orang anggota dan pimpinan DPRD Jambi 2014-2019 senilai Rp16,49 miliar.(*)
Sumber: Metrojambi.com
0 Komentar