Membangun saat ini tanpa merugikan rezeki generasi nanti merupakan pengertian sederhana dari prinsip pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) sebagaimana amanat pada beberapa deklarasi lingkungan hidup dunia yang terdiri atas beberapa dekade.
Sebegitu pentingnya persoalan lingkungan hidup menarik perhatian manusia hingga para ahli sepakat menyebutnya sebagai Mother of Life (Ibu Kehidupan) dengan ilustrasi menyangkut tentang persoalan lingkungan hidup seperti sarang laba-laba (Spider Web of Life).
Dari sejumlah deklarasi sebagaimana diatas terdapat penekanan bahwa secara konstitusional perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan dengan berdasarkan beberapa asas, antara lain Tanggung jawab Negara, Kelestarian dan keberlanjutan, dengan tidak lagi menganut etika anthprocentric yang menempatkan manusia diatas dari makhluk lain.
Azaz tersebut memiliki korelasi dengan azaz dan norma atau kaidah hukum perizinan dan/atau Azaz-Azaz Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), yang secara normatife perizinan dapat diartikan sebagai suatu perkenanan terhadap sesuatu perbuatan yang terlarang menurut hukum, atau sederhananya dapat diartikan sebagai perbuatan menghalalkan sesuatu yang haram.
Anthprocentrisme dengan konotasi memiliki keterkaitan dengan Phyramida Birokrasi yaitu adanya indikasi cacat logika dan cacat nalar serta sesat pikiran oknum berkompeten yang mengganggap kekuasaan dan jabatan berada di atas segala-galanya bahkan adanya pandangan yang telah merubah paradigma pengabdian bergeser menjadi keyakinan bahwa jabatan dan wewenang serta kekuasaan berada di atas segala sumber kekayaan.
Perkenanan yang perlu dikaji dari berbagai aspek baik sosiologis, filoshofis dan yuridis dan tidak hanya berdasarkan pada kekuasaan sebagaimana pandangan penganut paham etika lingkungan hidup tersebut.
Berdasarkan fakta hukum yang ditemukan dan agar terwujud suatu tatanan pemerintahan yang bersih dan berwibawah maka kami meminta pihak Pejabat Walikota Jambi agar dapat dengan segera memerintahkan pihak Inspektorat untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (5) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2009 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, yang dilakukan secara transparan.
Dengan focus pelaksanaan terhadap proses hukum penerbitan Surat Izin Tempat Usaha (SITU) Nomor:517-971-DPMPTSP-15.71.11.1001-2023 dan Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dengan Nomor:517-702-DPMPTSP-15.71.11.1001-2021 yang diberikan kepada dua Badan Hukum yang berbeda atas nama seorang pemilik dan terletak pada satu lokasi yang sama yaitu di RT. 22 dan RT. 39 kelurahan Talang Bakung yang memproduksi Industri Pengolahan Kopra dan Industri Minyak Kelapa Mentah.
Setidak-tidaknya dilihat dari perspektif AUPB dapat mengungkap alasan pembenaran (excuse) kenapa masih terdapat pemberian SITU pasca diterbitkannya Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor: 503/6491/SE tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan di Daerah yang diterbitkan pada 17 Juli 2019, salah satu poinnya menyebutkan bahwa Surat Keterangan Domisili Usaha (“SKDU”) dan Surat Izin Tempat Usaha (“SITU”) tidak dapat diterbitkan lagi oleh Pemerintah Daerah.
Suatu gambaran bahwa SITU dimaksud diberikan dengan tanpa memperhatikan AUPB yang merupakan indikator yang paling mendasar (fundamental) dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Abdi Masyarakat, pada suatu organisasi kekuasaan.
Hal tersebut perlu dilakukan agar produk hukum perizinan yang dibuat oleh Pemerintah Kota Jambi benar-benar dilakukan dengan logika dan nalar serta pikiran yang sehat sesuai dengan azaz dan norma atau kaidah hukum sebagai tolak ukurnya.
Audit Investigasi dimaksud juga mempertanyakan keabsahan indikator atau aspek pendukung lain atas pemberian izin tersebut seperti azaz dan norma atau kaidah hukum lingkungan tidak terkecuali menyangkut tentang Analisis Dampak Lalu Lintas (ANDALALIN), Surat Ketetapan Retrebusi Daerah (SKRD), Persetujuan Bangunan dan Gedung (PBG), Keabsahan Badan Hukum Perseroan Terbatas (PT), azaz dan norma atau kaidah serta instrument-instrument hukum perizinan lainnya.(J24-Penulis Adalah Direktur Eksekutif LSM Sembilan)
0 Komentar