Oleh: Jamhuri
Permasalahan angkutan batubara sepertinya tidak akan pernah menemukan jalan keluarnya dan lebih menimbulkan kesan pemerintah khususnya Pemerintahan Daerah Provinsi Jambi sebagai tuan rumah terbelenggu dengan adanya kekuasaan di atas kekuasaan penguasa.
Sebagaimana pada video yang beredar di jejaring sosial media, video dengan durasi 59 detik tersebut dibuat di pinggiran Sungai Batanghari tepatnya di Kelurahan Ulu Gedong Kecamatan Danau Teluk Kota Jambi ± pada Pukul 10.00 WIB tanggal 18 Mei 2024 yang memperlihatkan penyelenggaraan angkutan batubara yang masih tetap beroperasi pasca adanya larangan yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Hal tersebut merupakan sinyelement yang memberikan isyarata sepertinya ada sesuatu yang salah dalam pola pikir pemerintah terutama Pemerintahan Provinsi Jambi yang seakan-akan pemerintah tidak memiliki Growth Mindset (pola pikir berkembang) sebagaimana ungkapan Profesor Carol Dweck dari Stanford University, dengan salah satu indikatornya meningkatkan harga diri dan kepercayaan diri.
Merujuk pada pendapat sebagaimana diatas dapat ditarik suatu kesimpulan dengan penilaian seakan-akan pemerintah tidak lebih dari baik daripada ungkapan gambaran (ilustrasi) tentang ketidak mampuan penguasa dengan ungkapan “bak macan ompong”.
Seakan-akan pemerintah berada dalam alam kolonialisme, khususnya Pemerintahan Provinsi Jambi mirip dengan kisah demang di zaman penjajahan kolonial Belanda, berkuasa terhadap bangsa sendiri akan tetapi takluk dan tunduk kepada penjajah.
Video yang memperpihatkan gambaran seakan-akan Pemerintahan Provinsi dan Hukum yang berlaku seperti terbelenggu oleh kekuasaan penguasa di atas penguasa. Hingga pemerintah dengan hak dan kewenangan yang melekat pada kedudukan dan jabatan ataupun hak dan kewenangan yang dimiliki terkesan tidak mampu mempergunakan hukum sebagai salah satu instrument kekuasaan.
Pemerintah sebagai symbol kedaulatan rakyat dan sebagai pemegang hak pelaksana penegakan hukum dan amanat konstitusional terlihat tidak lagi mempunyai wibawah, harkat dan martabat serta kehormatan.
Pemerintah khususnya yang ada di Provinsi Jambi dan hukum terkesan begitu sangat jauh dari kejujuran untuk mengungkapkan kehadapan publik tentang penyebab utama dari keadaan tersebut yang diperkirakan berawal dari pengelolaan Keuangan APBN Tahun Anggaran 2012 senilai Rp. 4 Triliun Lima Ratus Miliar lebih dan Rp. 90 Miliar dari APBD Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2013 yang diperuntukan untuk pembangunan jalan khusus batubara dan Pelabuhan Samudera Ujung Jabung yang tidak jelas juntrungannya, seakan-akan negara sedang menumpahkan garam ke laut. Garam habis laut tak berubah.
Sehingga berbagai dalih dan penggunaan diskresi yang dijadikan sebagai dalil tidak mampu mengakhiri polemik demi polemik yang tercipta, bahkan dalih dan dalil tersebut hanya menjadi penyebab tumbuh suburnya krisis kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintah.
Serta secara physikis akan berakibat terjadinya degradasi hukum yang akan mengikis habis kesadaran hukum masyarakat. Masyarakat akan memandang dengan pandangan yang bersifat penkultusan atau mendewakan sosok atau figur tertentu yang dijadikan kebal hukum atau pandangan penguasa adalah hukum itu sendiri (the power is law).
Suatu keadaan yang ironis, pemerintah sepertinya begitu rapuh dan lemah serta sama sekali tidak lagi peduli dengan kredibilitas, wibawah, harkat dan martabat serta kehormatan atau harga dirinya sebagai penyelenggara amanah rakyat yang berdaulat.
Jangankan untuk melindungi dan mengayomi serta melayani masyarakat sebagaimana tugas pokok dan fungsinya untuk menjaga kredibilitas, harkat dan martabat serta kehormatannya saja Pemerintahan Provinsi Jambi sepertinya masih jauh dari kata “mampu”.
Kebijakan Pemerintah melalui Instruksi Gubernur Jambi sebagaimana yang telah direleas oleh berbagai media massa on-line beberapa hari yang lalu, menghentikan segala aktivitas angkutan batubara sepertinya tak lebih dari hembusan angin lalu dan lebih terlihat hanya sekedar sebuah rengekan dari bayi yang rindu akan susu.
Suatu gambaran tentang indikasi bagaimana takluk dan tunduknya jajaran pemerintah Provinsi Jambi dibawah kekuasaan Oligarki dengan paham Plutokrasinya, sehingga pemerintah secara suka rela membuat kebijakan yang bersifat kontroversial dan dikecam sebagai kebijakan yang tidak berpihak kepada kepentingan rakyat.
Tidak ada yang tahu pasti penyebab utama dari semua polemik angkutan batubara yang terjadi, apakah karena Pemerintahan Al Haris sebagai Gubernur yang tidak didukung oleh kabinet yang (dalam hal ini Dinas Perhubungan sebagai stict holder atau leading sector) dalam memahami serta menghayati Azaz-Azaz Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) ataukah disebabkan karena memang yang bersangkutan lupa bahwa Kwalitas Penegakan Hukum amat menentukan Kwalitas Bangsa.(Penulis Adalah -Direktur Eksekutif LSM Sembilan)
0 Komentar