Info Terkini

10/recent/ticker-posts

HKBP Jambi Gelar Seminar Oikumene Inklusif dan Ekologi

Robinson Hutapea, Abdullah, Richad RP Napitupulu S Hut MSc.(IST)

Jambi, J24-Jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Jambi menggelar seminar Oikumene Inklusif dan Ekologi di HKBP Jambi, Senin (16/9/2024). Sebanyak 200 orang peserta seminar hadir yang terdiri dari remaja, Naposo/Pemuda, Kaum Ibu, Kaum Bapa serta Penetua HKBP Jambi. Seminar diawali Ibadah dipimpin Pendeta HKBP Resort Jambi Pdt Edward Aritonang dan langsung membuka acara seminar.

Tampil sebagai pembicara pada seminar ini adalah Direktur WALHI Jambi Abdullah dengan judul materi "Suatu Potret dan Tanggung Jawab Bersama" dan Moderatornya Robinson Hutapea SPd.

Kemudian pemateri kedua yakni Dosen Fakultas Pertanian Universitas Jambi Jurusan Kehutanan Richad RP Napitupulu S Hut MSc dengan judul materi "Menghidupkan Kesadaran Penuh Atas Tanggung Jawab Ekologi" dengan modetaror  Robinson Hutapea SPd.

Sedangkan pemateri pada topik Oikumen Inklusif yakni Pdt Hardy B Lumbantobing MTh dengan moderator St RHS Siregar SH.   

Sambutan Ketua Panitia Tahun Oikumene Inklusif 2024 Ir Daulat Sitorus mengatakan, tujuan seminar ini guna memberikan pemahaman terhadap lingkungan hidup serta menjadi kesadaran dan menjadi tanggungjawab bersama terhadap ekologi.

Koordinator Seminar Robinson Hutapea langsung yang bertindak sebagai moderator sesi 1 dengan topik Ekologi mengatakan bahwa masalah ekologi saat ini memerlukan tindakan segera dari seluruh pihak termasuk pemerintah, industri dan masyarakat.
Ketua Panitia Tahun Oikumene Inklusif 2024 Ir Daulat Sitorus (tengah).

"Dengan kata lain tanggungjawab manusia dan HKBP dalam menjaga ekosistem bumi. Kita sangat mendukung keputusan  HKBP untuk menolak tawaran pemerintah dalam ikut serta dalam pengelolaan tambang,"kata Robinson Hutapea yang juga Ketua DPD PIKI Provinsi Jambi itu.

Direktur WALHI Jambi Abdullah mengatakan, ada dua faktor penyebab krisis lingkungan. Pertama eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA). Berdasarkan penelitian oleh Forest Watch Indonesia (FWI, 2021), pembukaan lahan secara besar-besaran untuk perkebunan kelapa sawit dan tambang mineral berkontribusi pada hilangnya hutan primer dan degradasi lahan di banyak wilayah Indonesia.

Kemudian faktor kedua adalah kebijakan yang tidak berkelanjutan. Kebijakan yang terlalu memihak sektor industri dan kurang memperhatikan aspek keberlanjutan lingkungan memperburuk degradasi lingkungan. 
Pdt.Edward Aritonang.

"Contoh kebijakan yang dipertanyakan adalah pemberian izin konsesi lahan skala besar kepada korporasi tanpa memperhatikan dampak terhadap masyarakat lokal dan adat,"katanya.

Menurut Abdullah, dampak ekonomi kerusakan lingkungan sangat merugikan. Menurut kajian Bank Dunia (2020), bencana lingkungan seperti banjir, kekeringan, dan Karhutla menyebabkan kerugian ekonomi bagi Indonesia yang mencapai triliunan rupiah setiap tahunnya. Indonesia berpotensi mengalami kerugian hingga Rp577 triliun akibat perubahan iklim.

Abdullah memberikan solusi, dengan penguatan kebijakan lingkungan. Pemerintah harus memperkuat penegakan hukum terhadap pelanggaran lingkungan, termasuk memberikan sanksi tegas kepada perusahaan yang terbukti merusak lingkungan.

Solusi lain diperlukan revisi kebijakan yang lebih berpihak pada keberlanjutan lingkungan, terutama terkait dengan pengelolaan hutan, sumber daya air, dan penanganan limbah.

"Rekomendasi, krisis lingkungan hidup saat ini memerlukan tindakan segera dari seluruh pihak, termasuk pemerintah, industri, dan masyarakat. Tantangan lingkungan yang kita hadapi saat ini bersifat multidimensi dan memerlukan pendekatan ilmiah serta kebijakan yang berbasis bukti untuk menyelesaikannya,"pungkas Abdullah. 

Sementara Pdt Hardy B Lumbantobing MTh dalam materinya memotret Ekologi yang artinya ilmu yang mempelajari interaksi antara mahluk hidup dengan makhluk hidup lain dan juga dengan lingkungan sekitarnya.

Berasal dari kata “oikos” berarti rumah / habitat. “logos” berarti ilmu pengetahuan tanggung jawab (Kamus Besar Bahasa Indonesia - KBBI) . Kesadaran seseorang akan kewajiban untuk menanggung segala akibat dari sesuatu yang telah diperbuatnya. Melakukan semua tugas dan kewajibannya dengan sungguh-sungguh.

Disebutkan, tanggung jawab ekologi? kelestarian ekosistem? tanggung jawab manusia dalam menjaga ekosistem Bumi? Degradasi lahan hutan Indonesia pernah mencapai 2,8 juta hektar per tahun atau setara
3 lapangan bola per menit.

Penggundulan hutan yang mengakibatkan penuruan kemampuan hutan untuk menyerap CO2 di udara menyebabkan percepatan pemasan bumi kita. Mengakibatkan total kerusakan hutan sebesar 60 juta hektar, atau setara dengan ribuan kali luas negara Singapura.

Kekacauan dan amburadulnya iklim karena pemanasan global telah dirasakan secara nyata dalam kehidupan kita sehari-hari. Adanya siklus hidrologi yang tidak seimbang, pergeseran musim, peningkatan konsentrasi CO2 udara 30% lebih banyak, peningkatan suhu udara sebesar 3oC.

"Kenaikan muka air laut 1 meter lebih tinggi dibanding periode sebelumnya mengakibatkan perubahan drastis dan global pada kondisi bumi kita. Sebenarnya bulan Juni sudah memasuki musim kemarau, sehingga aneh ketika bulan Juni turun hujan cukup lebat secara merata. Karena hujan turun tidak pada masanya itulah, maka orang menyebut sebagai hujan salah mongso atau hujan kiriman,"kata Pdt Hardy B Lumbantobing MTh.

Disebutkan, Cerpenis Sapardi Djoko menulis buku “Hujan di bulan Juni” karena terinspirasi pula bahwa 
mengharapkan hujan di bulan Juni adalah suatu kesia-siaan di masa lampau. Tetapi karena anomali alam, barangkali bisa diharapkan akan menjadi setetes embun yang menyejukkan di kala batin sedang didera kekeringan dan luka berkepanjangan. (J24-AsenkLeeSaragih)


Parulian Pangaribuan, Pdt.Hardy Lumbantobing, St.Ramses Siregar, SH















Berita Lainnya

Posting Komentar

0 Komentar