Oleh: Jamhuri
Kerja keras jajaran Kementerian Agraria Tata Ruang/Kepala Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN), memasyarakatkan produk unggulannya berupa Sertifikat Tanah Elektronik dinilai bukanlah merupakan solusi tepat dalam membumi hanguskan Sindikat Mafia Pertanahan.
Atau dengan kata lain bukanlah solusi ampuh untuk mengatasi persoalan praktek mafia pertanahan.
Bahkan ekspose pada Media On Line tentang keberhasilan menerbitkan sertifikat yang dimaksud berpotensi memperlemah penegakan hukum atas kejahatan mafia pertanahan yang terkesan telah terorganisir dengan rapih.
Salah satu pertanyaan yang paling mendasar bagaimana sertifikat tersebut dapat ataupun bisa menyelesaikan perkara indikasi Sertifikat Hak Milik Asli tapi Palsu.
Tidak menutup kemungkinan arah kebijakan tersebut justru menguntungkan pihak yang mendapatkan tanah dari praktek jual beli Blanko Sertifikat Hak Milik (SHM) kosong. Bahasa gaulnya praktek tersebut dikenal dengan sebutan Sertifikat Mencari Tanah.
Sehubungan dengan hal tersebut kiranya pihak Kementerian ATR/BPN lakukan dulu chek and balance tentang kerugian keuangan negara dari sebab adanya praktek mafia dimaksud.
Hal tersebut perlu dilakukan karena disinyalir di Kota Jambi telah beredar sejumlah Sertifikat Hak Milik Asli Tapi Palsu (SHM ASPAL).
Didapat informasi dari sumber yang layak dipercaya yang menyebutkan bahwa harga per eksemplar blanko SHM ASPAL tersebut hanya senilai Rp.150.000,00 (Seratus Lima Puluh Ribu Rupiah), dan telah terjual ribuan eksemplar.
Terdapat dua mata hukum dalam melihat persoalan dimaksud, yaitu dari Hukum Pidana Khusus (Pidsus), dengan indikasi penggelapan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor Pertanahan baik pada sub bidang Perkebunan maupun pada bidang Properti (Perumahan).
Sementara dari sisi Pidana Umum (Pidum) disinyalir telah terjadi perampasan hak-hak orang lain dan pembuatan serta penggunaan dokumen palsu, bahkan tidak menutup kemungkinan diikuti dengan kejahatan perbankan (pembobolan Bank).
Hendaknya pihak Kementerian ATR/BPN dengan Satgas Mafia Pertanahannya lebih mengutamakan penegakan hukum produktif yang melahirkan kesadaran hukum, dan efek jera yaitu dengan melakukan pembuktian atau melaksanakan langkah-langkah hukum khususnya di Kota Jambi.
Agar kebijakan berupa produk yang digadang-gadang mengatasi masalah pertanahan tersebut tidak menimbulkan persepsi dan asumsi yang negatif yang menilai bahwa hukum takluk dan kalah dengan kekuatan oligarki, serta kebijakan tertindas oleh kepentingan.(Penulis Adalah - Direktur Eksekutif LSM Sembilan)
0 Komentar