Oleh: Dedi Saputra
Di bawah sorot lampu debat terakhir, pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Jambi, Maulana-Diza, hadir dengan aura seorang pemimpin modern yang penuh visi, membawa harapan konkret untuk masa depan kota.
Seperti pungguk merindukan bulan, demikianlah gambaran nyata bagi pasangan H. Abdul Rahman (HAR) dan Muhammad Guntur yang tampak tenggelam dalam retorika kosong dan sikap yang memudar. Di antara dua wajah yang tampil di atas panggung ini, terlihat jelas mana pasangan yang mengerti denyut nadi Kota Jambi dan mana yang hanya bermain bayang-bayang.
Maulana-Diza tidak hanya datang dengan gagasan, namun dengan cetak biru yang meyakinkan. Setiap kata yang mereka ucapkan mengalir dengan keteraturan yang mencerminkan pemahaman mendalam tentang apa yang kota ini butuhkan.
Gagasan mereka bukan sekadar janji, melainkan narasi masa depan yang didasarkan pada pemahaman mendalam tentang struktur sosial dan ekonomi kota, serta dinamika yang hidup di balik hiruk-pikuk kota Jambi. Mereka berbicara tidak hanya dengan data, tapi dengan rasa, rasa peduli yang tulus dan niat untuk mengantar kota ini menuju era keemasan yang baru.
Sementara itu, HAR-Guntur berdiri di sana, gagap menghadapi kompleksitas pertanyaan, seakan mereka hanya melihat kota ini dari kejauhan tanpa memahami substansi permasalahan yang ada. Penampilan mereka memancarkan ketidakmampuan untuk menggali hal-hal yang hakiki.
Gestur tubuh yang tidak meyakinkan, kalimat yang kaku, dan retorika yang membosankan semakin menegaskan bahwa mereka berada di panggung ini tanpa pijakan yang kokoh. Apalagi, gestur politik yang kerap meleset dalam debat semakin membangun tembok di antara mereka dan masyarakat kota Jambi yang cerdas, yang telah lelah dengan pemimpin yang menawarkan kertas kosong tanpa makna.
Sejatinya, kepemimpinan adalah tentang kemampuan membaca, memahami, dan merespons kebutuhan rakyat, bukan sekadar panggung tempat memamerkan keangkuhan yang kosong.
Di sisi lain, Maulana-Diza menampilkan dirinya sebagai pemimpin yang mampu mengimbangi dinamika zaman, mengerti tuntutan zaman digital, dan berpikir jauh ke depan. Wajah-wajah mereka adalah wajah masa depan Kota Jambi yang Bahagia, penuh inovasi, dan membawa optimisme.
Dengan pemikiran yang matang dan komunikasi yang kuat, mereka telah membuktikan bahwa mereka tidak hanya siap memimpin tetapi juga siap untuk merangkul masyarakat dan mengajak seluruh lapisan untuk bergerak bersama dalam membangun kota ini.
HAR-Guntur, sebaliknya, seperti tersesat di antara pusaran kata-kata, tanpa ide-ide yang segar dan tanpa semangat yang memercikkan antusiasme. Dalam situasi seperti ini, warga Kota Jambi perlu menimbang dengan cermat masa depan kota Jambi ini.
Memilih pemimpin bukan sekadar memilih siapa yang bisa duduk di kursi kekuasaan, tetapi memilih siapa yang bisa membawa perubahan nyata. Memilih HAR-Guntur, dengan segala keterbatasan dan kekosongan wacana yang mereka tunjukkan, adalah memilih jalan yang penuh risiko bagi masa depan kota Jambi.
Di bawah payung demokrasi yang seharusnya bijaksana, masyarakat Kota Jambi dituntut untuk bijak dan cerdas dalam menentukan pilihan. Melalui sorot tajam panggung debat terakhir ini, telah terukir jelas mana pasangan yang berkompeten, visioner, dan penuh dedikasi.
Maulana-Diza adalah pilihan yang membawa harapan, mereka hadir bukan sebagai penguasa, tetapi sebagai pelayan yang siap bekerja untuk masyarakat. Dalam keberanian mereka, ada janji masa depan yang penuh cahaya untuk Kota Jambi yang kita cintai.
*Mari kita bersama menjaga masa depan Kota Jambi, memilih dengan hati dan pikiran yang jernih. Jangan biarkan kota ini disandera oleh ketidaktahuan dan retorika yang hampa. Masa depan kota Jambi adalah milik kita semua, dan memilih Maulana-Diza adalah memilih harapan, memilih kepastian, dan memilih masa depan yang lebih baik*. (Penulis Pengamat Politik di Jambi)
0 Komentar