Impian dan angan Pemerintah, ingin memiliki Icont agar dinilai sebagai prestasi kerja dan kinerja khususnya Jambi terkadang dengan sengaja harus menabrak norma atau kaidah hukum yang berlaku.
Pelanggaran hukum dengan mengedepankan Diskresi sebagai dalih dan dalil untuk melakukan pembenaran, dengan begitu rasa malu terhadap masyarakat dan diri sendiri dapat dikesampingkan selama belum ada keputusan yang memiliki kekuatan hukum tetap.
Walau harus menghasilkan beban penderitaan bagi masyarakat yang mengharapkan kinerja Pemerintah sesuai dengan amanat konstitusional tujuan negara.
Seperti yang dialami oleh sebagian masyarakat sekitar lokasi pembangunan Jambi Business Centre (JBC) atau tepatnya di lokasi konplik pertanahan antara Pemerintah Provinsi Jambi dan pihak yang mengklaim sebagai ahli waris.
Untuk kepentingan dalih kemajuan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Pemerintah Provinsi Jambi dengan persetujuan wakil rakyat pada waktu itu membuat kesepakatan kerja sama Build Operate Transfer (BOT) atau Bangun Guna Serah dengan investor.
Ini lah saat pencideraan norma atau kaidah hukum pertama kali dilakukan, dimana Memorandum of Understanding (MoU) atau kesepakatan kerja sama dilakukan disaat perkara dimaksud sedang bergulir di Pengadilan Negeri Jambi.
Sengketa yang melibatkan Pemprov Jambi, Kantor Wilayah Pertanahan Provinsi Jambi, Kantor Pertanahan Kota Jambi sepertinya tidak membuat obyek perkara ditetapkan dalam keadaan status quo.
Kondisi alam yang dialami oleh masyarakat daerah tersebut bukan karena adanya bangunan Iconiks tersebut akan tetapi lebih disebabkan karena adanya kebijakan sesat oknum pemilik kepentingan.
Demi kesejahteraan dan ketentraman warga masyarakat setempat maka tidak ada jalan lain, pemerintah harus jujur melakukan peninjauan kembali terhadap semua perizinan sebagaimana mestinya.
Secara normative izin memiliki pengertian menghalalkan sesuatu yang haram atau membolehkan sesuatu yang terlarang menurut hukum.
Disamping menggunakan perspektive atau norma dan kaidah hukum perizinan peninjauan kembali tersebut diwajibkan menggunakan perspektive dan kaidah atau pun norma hukum lingkungan terutama dengan menggunakan azaz ataupun prinsif sustainable development (pembangunan berkelanjutan).
Supaya jangan ada kesan pemerintah telah takluk dan tunduk kepada virus-virus demokrasi ataupun kapitalis hingga tega mengabaikan dan mengesampingkan tupoksi sebagai pengayom dan pelindung serta pelayan masyarakat.(Penulis Adalah -Direktur Eksekutive LSM Sembilan)
0 Komentar