Menyibak Topeng-Topeng Tanpa Muka


Oleh: Jamhuri

Dalam perjalanannya harapan atau ekspektasi masyarakat berbanding terbalik dibandingkan dengan fakta hukum yang menunjukan adanya indikasi kebobrokan mental dan etika moral para manusia terhormat dan terpilih pada pesta demokrasi lebih mementingkan kepentingan pribadi dengan dalih untuk dan atas nama masyarakat.

Hal tersebut terlihat dari adanya proses hukum yang dilakukan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Jambi atas dugaan adanya perbuatan melawan hukum yang terjadi dan dilakukan oleh oknum para wakil rakyat yang duduk di DPRD Provinsi Jambi era 2019 sampai dengan 2024.  

Dimana didapat informasi tentang perkembangan terakhir yang menyebutkan bahwa proses hukum tersebut di Polda Jambi telah dinaikan ketahapan penyidikan.

Jika proses hukum yang sedang berlangsung tersebut terbukti secara syah dan meyakinkan di hadapan hukum dan memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), artinya rakyat atau masyarakat benar-benar telah keliru menilai sosok yang akan diberikan kepercayaan atau mandat, dengan memilih sosok-sosok tanpa hati nurani, lebih berprilaku sebagaimana adagium yang menyatakan bahwa manusia adalah srigala bagi manusia lainnya.

Sepertinya para oknum dimaksud mengalami kondisi kejiwaan berupa krisis mental sehingga tidak lagi sedikit pun memiliki rasa malu saat berjumpa dengan masyarakat yang dikhianatinya seperti pada saat pelaksanaan reses. 

Pengkhianatan terhadap masyarakat yang memberikan mereka pekerjaan musiman, hingga para pemberi jabatan dan kekuasaan diletakan berada pada posisi sebagai korban dari kesalahan cara berpikir. 

Cara berpikir yang dipengaruhi oleh bisikan setan dan lebih sadis lagi para oknum terperiksa tersebut sepertinya benar-benar tidak lagi memiliki etika moral dan akhlak serta rasa malu atau bermuka dengan muka badak yang tersembunyi rapih dibalik topeng-topeng kemunapikan, terkadang berprilaku seakan-akan bukan sosok yang pernah dididik untuk mengenal arti dan ruh Sumpah Jabatan dan Pancasila, bahkan berwatak seakan-akan sebagai manusia yang tidak beragama hingga berprilaku yang menimbulkan kesan bahwa jangankan sesama manusia sebagai makhluk, Tuhan Yang Maha Kuasa pun ditipu. 

Momentum hukum yang dilakukan oleh Penyidik Kepolisian dimaksud adalah merupakan sebuah tantangan bagi kwalitas mentalitas dari pemegang hak tindakan penegakan hukum agar tercapai tujuan hukum beserta tujuan negara karena tanpa hukum masyarakat tidak akan pernah bisa mendapatkan hak-hak dasar yang seharusnya mereka dapatkan.

Terlepas daripada prinsip ataupun azaz perbarengan perbuatan Pidana (Concursus Realis), maupun adanya Pelapor Tindak Pidana (Whistle Blower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator) jelasnya semua atau segala sesuatu hal yang berhubungan erat dengan pelaksanaan proses hukum tersebut merupakan suatu tantangan bagi profesionalisme dan proporsionalitas serta akuntabiltas dan etos kerja Polisi sebagai Aparat Penegak Hukum. 

Waktu dan tempat untuk membuktikan bahwa norma hukum adalah peraturan hidup yang dibuat oleh penguasa negara atau lembaga adat tertentu atau lembaga negara yang berwenang dengan tujuan di antaranya yaitu untuk menciptakan ketertiban, keadilan, ketentraman, dan kesejahteraan di tengah-tengah masyarakat.

Sederhananya hukum ada berguna untuk mengatur perbedaan atau membedakan prilaku antara manusia dengan binatang. 

Adanya hukum bertujuan untuk melindungi hak-hak masyarakat dari berbagai kemungkinan pelanggaran hukum dan Hak Azazi Manusia (HAM) oleh pihak masyarakat lainnya, kecuali yang dilakukan oleh binatang.

Penegakan hukum yang mengedepankan norma-norma hukum yang disertai dengan sifat memaksa dan mengatur (dwingend recht en aanvullend recht) serta bersifat mengikat. 

Memaksa berarti aturan-aturan hukum harus dipatuhi oleh siapa pun, yaitu hukum yang dalam keadaan bagaimanapun memiliki paksaan mutlak, Contohnya hukum pidana atau pemberian penderitaan. 

Artinya Hukum tidak mengenal Stratifikasi Sosial seseorang, baik sebagai sosok unsur pimpinan maupun sebagai anggota DPRD biasa, yaitu mereka-mereka yang memiliki keahlian berpura-pura mewakili rakyat dengan menggunakan topeng-topeng tanpa muka, baik yang masih diberi kepercayaan kembali terpilih maupun yang tidak lagi dipercaya sebagai wakil rakyat maupun yang diberikan kekuasaan musiman oleh masyarakat dalam ruang lingkup eksekutive.   

Sedangkan sifat mengikat berarti berlaku untuk atau bagi semua orang tanpa terkecuali atau yang lazim dipandang dengan azaz atau prinsip persamaan hak dihadapan hukum (aquality before the law), secara harfiah diartikan hukum tidak pilih buluh siapapun dan apapun stratifikasi ataupun status sosial baik sebagai Penyelenggara ataupun Pejabat Negara/Daerah, Aparatur Sipil Negara (ASN), sebagai Wakil Rakyat maupun gembel tetap harus mendapatkan perlakuan hukum yang sama.  

Tujuan hukum dibuat sebagaimana diatas, dengan keberadaan hukum akan memberikan perlindungan hak-hak masyarakat dari segala perbuatan yang bertentangan dengan norma dan peradaban manusia dengan memberikan sanksi hukuman kepada pelaku untuk memberikan efek jera serta menanamkan kesadaran hukum bagi setiap warga negara tanpa terkecuali.

Sanksi yang ditimbulkan dari norma hukum adalah bersifat tegas dan nyata. Dimana suku kata tegas memiliki pengertian yaitu bahwa suatu hukum telah ada sanksi dari aturan yang dilanggar yang dibuat dalam sebuah peraturan perundang-undangan, dengan tidak sama sekali mengenal prinsip tawar menawar dalam penegakan sufremasi hukum itu sendiri.

Segala upaya hukum yang dilakukan secara normative bertumpu pada azaz dan prinsip serta norma atau kaidah hukum pembuktian yang bertujuan untuk mencari kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang sesungguhnya. Dimana dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP disebutkan bahwa alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. 

Artinya keterangan yang telah diberikan atau disampaikan sejumlah nama terperiksa dihadapan penyidik dapat dikategorikan sebagaimana amanat pasal dimaksud, saksi yang satu menjadi saksi terhadap terduga pelaku lainnya. 

Menurut informasi yang diterima yang berasal dari sumber yang layak dipercaya menyebutkan bahwa setidak-tidaknya terdapat 8 (Delapan) nama yang berasal dari para wakil rakyat baik berposisi sebagai unsur pimpinan maupun sebagai anggota biasa, baik yang masih kembali terpilih maupun yang tidak lagi terpilih untuk mewakili suara rakyat, telah dimintai keterangan oleh penyidik kepolisian sehubungan dengan adanya indikasi tindak pidana Korupsi berjemaah jilid II pasca OTT Ketuk Palu DPRD Provinsi Jambi oleh KPK beberapa tahun yang lalu.

Perbuatan sebagaimana yang didugakan diatas adalah buktinyata gagalnya penegakan hukum terhadap Tindak Pidana Korupsi yang dibuktikan dengan masih terdapatnya prilaku yang berasal dari budaya koruptif digedung tempat berkumpulnya para wakil rakyat Provinsi Jambi yang seharusnya berisikan orang-orang yang berintegritas tinggi serta bermoral dan berakhlak manusiawi.

Lebih lanjut informasi tersebut menyebutkan dari nama-nama terperiksa dimaksud hanya satu orang yang dikatakan belum menghadiri agenda permintaan keterangan tersebut. 

Sayangnya informasi tersebut tidak menyebutkan alasan dari ketidak hadiran yang bersangkutan di Markas Kepolisian Daerah Jambi tersebut, apakah merupakan upaya lepas dari jeratan hukum ataukah memang meyakini diri sebagai sosok yang kebal hukum, serta tidak memberikan keterangan apakah sejumlah dayang-dayang sebagai penyedia kebutuhan rumah tangga Pimpinan Wakil Ketua DPRD telah diperiksa?.

Misalnya dengan melakukan proses hukum pembuktian terhadap salah satu fakta administrasi atau fakta hukum seperti data yang memuat nama-nama sejumlah dayang-dayang sebagai penyedia kebutuhan unsur pimpinan Wakil Ketua yang terdapat pada Sekretariat DPRD Tahun Anggaran 2022 dengan Pagu Anggaran sebesar Rp. 2.016.000.000,00 (Dua Miliar Enam Belas Juta Rupiah) dan serta dengan nilai realisasi sebesar Rp. 1.797.663.092,00 (Satu Miliar Tujuh Ratus Sembilan Puluh Tujuh Juta Enam Ratus Enam Puluh Tiga Ribu Sembilan Puluh Dua Rupiah). 

Berdasarkan sebagian kecil fakta administrasi tentang kegiatan yang dimaksud sebagaimana diatas menunjukan setidak-tidaknya terdapat 14 nama Badan Usaha yang diberikan hak dan kewenangan untuk berbuat dan bertindak sebagai dayang-dayang penyedia kebutuhan yang dimaksud.

Suatu petunjuk dari bebepa peristiwa atau perbuatan hukum yang membuktikan dua hal penting kepada masyarakat awam (publik) pertama bahwa peraturan perundang-undangan yang telah dibuat dan disyahkan oleh para pemegang hak legalisasi sebagai wakil rakyat berguna untuk melindungi hak-hak masyarakat dari sentuhan tangan-tangan pemilik pikiran dan nurani kotor, dan kedua adalah merupakan kehendak alam yang memberi tahu masyarakat bahwa mereka telah salah memilih karena memilih dengan cara yang salah.

Serta pemberitahuan yang tidak kalah penting yang diterima oleh masyarakat yang mau dan mampu berpikir yaitu suatu kenyataan bahwa penegakan hukum khususnya terhadap Tindak Pidana Korupsi belum mampu menciptakan ataupun melahirkan efek jera apalagi untuk menanamkan kesadaran hukum bagi masayarakat. 

Suatu kenyataan yang begitu ironis serta miris untuk direnungkan dimana ada gambaran seakan-akan negara dan serta lembaganya telah salah kelola dan salah urus serta takluk dibawah kekuasaan Birahi nafsu Tirani.  

Seharusnya para wakil rakyat yang telah dipercaya dan serta  diyakini oleh masyarakat pemilih adalah sosok terhormat tempat bagi pergantungan harapan ataupun ekspektasi masyarakat demi untuk mencapai tujuan negara penganut paham negara kesejahteraan (welfare state), malah sebaliknya melakukan perbuatan yang lebih keji dari pengertian harfiah quetos Homo Humini Lupus atau membuktikan kebenaran filosofy manusia adalah binatang yang berpikir. 

Keyakinan akan pilihan dan harapan masyarakat semakin kokoh dengan dilakukannya ritual suci yang menghadirkan Tuhan Yang Maha Esa sebagai saksi dalam pelaksanaan mengenakan topeng-topeng tanpa wajah para oknum wakil rakyat yang selanjutnya setelah itu bertindak dan berbuat seakan-akan demi kepentingan rakyat akan tetapi terkesan lebih menimbulkan persepsi atau asumsi bahwa mereka pengguna topeng-topeng tanpa muka tidak lebih daripada sosok iblis berwajah malaikat. 

Kondisi seperti saat ini menuntut Aparat Penegak Hukum terutama pihak Kepolisian untuk dapat dengan segera membuktikan bahwa hukum tidak boleh kalah oleh kekuasaan dan negara tidak boleh kalah oleh Bajingan dan/atau Pelacur Birokrasi. 

Kekuasaan Penguasa yang tidak pernah tunduk dan takluk selain kepada kekuasaan hukum yang bebas yaitu suatu penegakan hukum tanpa intervensi dan intimidasi dari manapun atau suatu proses penegakan hukum yang sesuai dengan tujuan dan kemanfaatan hukum. 

Dengan suatu keyakinan bahwa dengan terlaksananya tujuan hukum maka secara otomatis akan tercapai tujuan negara atau dengan kata lain kwalitas kesejahteraan bergantung pada kwalitas kesadaran hukum dan penegakan hukum.(Penulis Adalah -Direktur Eksekutive LSM Sembilan)

BERITA LAINNYA

Posting Komentar

0 Komentar